Makalah disusun guna
melengkapi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila
Dosen
Pengampu : Achmad Busrotun Nufus
K1
Manajemen
Tim
Penyusun :
Hesti
Fitrianingsih (1810103006)
Aldi Fadhil L
(1810103065)
Astin
Arofah (1810103072)
Universitas
Tidar
2018/2019
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas segala rahmatnya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai.
Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca agar kedepannya
kami dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh
karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Magelang,
30 Oktober 2018
Penyusun
i
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………………….i
Daftar Isi………………………………………………………………………………….ii
Bab I Pendahuluan
Latar Belakang……………………………………………………………………1
Bab II Pembahasan
a.
Pengertian Filsafat…………………………………………………………….2
b.
Rumusan Kesatuan
Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem…………......…2
c.
Kesatuan Sila-sila
Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat……………….….3
d.
Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi
Bangsa dan Negara Republik Indonesia......................................................................................................................7
e.
Inti Isi Sila-sila Pancasila…………………………………………………………….8
Bab III Penutup
Kesimpulan………………………………………………………………………………12
Daftar
Pustaka…………………………………………………………………………………….13
ii
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR
BELAKANG
Pancasila adalah
dasar filsafat Negara Republik Indonesia yang resmi disahkan oleh PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, diundangkan
dalam Berita Republik Indonesia tahun II No.7 bersama-sama dengan Batang Tubuh
UUD 1945.
Pancasila
sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia
pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis,
fundamental dan menyeluruh. Maka sila-sila Pancasila merupakan satu kesatuan
yang bulat dan utuh, hierarkis dan sistematis. Pemikiran filsafat kenegaraan
bertolak dari suatu pandangan bahwa negara adalah suatu persekutuan hidup
manusia atau organisasi kemasyarakatan, yang merupakan masyarakat hukum (legal
society). Jika suatu negara menggunakan prinsip filosofi bahwa negara
Berketuhanan, Berkemanusiaan, Berpersatuan, Berkerakyatan dan Berkeadilan, maka
negara tersebut pada hakikatnya menggunakan dasar filsafat dari sila-sila
Pancasila.
1
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Bab II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat
Dari
segi Etimologis, istilah “filsafat” dalam bahasa Indonesia mempunyai padanan
“falsafah” dalam kata Arab. Menurut kata Inggris “philosophy”, kata lain
“philosophia”, kata Belanda “philosophie”, kata Jerman “philosophier” kata
Perancis “philosophie”, semuanya itu diterjemahkan dalam kata Indonesia
“filsafat”. Menurut Harun Nasution, istilah “falsafah” berasal dari bahasa
Yunani “philein” yang mengandung arti “cinta” dan “sophos” dalam arti hikmah
(wisdom) (Nasution, 1973).
Istilah
“filsafat” yang dimaksudkan sebagai kata majemuk dari “philein” dan “sophos”
mengandung arti, mencintai hal-hal yang sifatnya bijaksana, sedangkan
“filsafat” yang merupakan bentuk majemuk dari “philos” dan “Sophia” berkonotasi
teman dari kebijaksanaan.
Ø Objek
material dan formal ilmu filsafat :
1) Objek
Material filsafat, yaitu objek pembahasan filsafat yang meliputi segala sesuatu
baik yang bersifat material kongkrit maupun yang bersifat abstrak
2) Objek
Formal filsafat, yaitu cara memandang seorang peneliti terhadap objek material
tersebut.
Ø Cabang-cabang
Filsafat dan Aliran-alirannya
1) Metafisika
: berkaitan dengan persoalan tentang hakikat yang ada (segala sesuatu yang ada)
2) Epistemologi
: berkaitan dengan persoalan hakikat pengetahuan
3) Metodologi
: berkaitan dengan persoalan hakikat metode ilmiah
4) Logika
: berkaitan dengan persoalan penyimpulan
5) Etika
: berkaitan dengan persoalan moralitas
6) Estetika
: berkaitan dengan persoalan keindahan
B. Rumusan Kesatuan
Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem
Ø Kesatuan
Sila-Sila Pancasila
1. Susunan
Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Bersifat Organis
Secara filosofis
bersumber pada hakikat dasar ontologis (hakikat) manusia sebagai pendukung dari
inti
2. Susunan
Kesatuan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
Dalam susunan
hierarkhis dan piramidal, maka Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis
kemanusiaan, persatuan Indonesia, kerakyatan dan keadilan sosial.
2
3. Hubungan
Sila-Sila Pancasila yang Saling Mengisi dan Saling Mengkualifikasi
1) Sila
pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan yang
adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2) Sila
kedua : kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kemanusiaan yang Berketuhanan
Yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
3) Sila
ketiga : persatuan Indonesia adalah persatuan yang berKetuhanan Yang Maha Esa,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia
4) Sila
keempat : kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, adalah kerakyatan yang berKetuhanan Yang Maha Esa,
berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
5) Sila
kelima : keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan yang
berKetuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan. (Notonagoro, 1975:43, 44)
C. Kesatuan Sila-sila Pancasila
sebagai Suatu Sistem Filsafat
1.
Dasar
Antropologis (hakikat manusia) Sila-sila Pancasila
Dasar
ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak
monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar
antropologis. Dalam filsafat Pancasila hakikat dasar antropologis sila-sila
Pancasila adalah manusia. Hubungan kesesuaian antara negara dengan landasan
sila-sila Pancasila adalah berupa hubungan sebab-akibat yaitu Negara sebagai
pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil sebagai
pokok pangkal hubungan.
3
Ø Penjelasan
hakikat kesatuan sila-sila Pancasila yang bertingkat dan berbentuk piramidal :
1) Sila
pertama : Ketuhanan yang Maha Esa mendasari dan menjiwai sila-sila kemanusiaan
yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal tersebut berdasarkan pada hakikat bahwa
pendukung pokok negara adalah manusia.
2) Sila
kedua : Kemanusiaan yang adil dan beradab didasari dan dijiwai oleh sila
Ketuhanan yang Maha Esa serta mendasari dan menjiwai sila persatuan Indonesia,
sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
serta sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Negara adalah lembaga
kemanusiaan yang diadakan oleh manusia (Notonagoro, 1975: 55).
3) Sila
ketiga : Persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha
Esa dan sila kemanusiaan yang adil dan beradab serta mendasari dan menjiwai
sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan dan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Hakikat persatuan didasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan dan
kemanusiaan, bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa yang pertama
harus direalisasikan adalah mewujudkan suatu persatuan dalam suatu persekutuan
hidup yang disebut Negara.
4) Sila
keempat : pokok sila keempat adalah kerakyatan yaitu kesesuaiannya dengan
hakikat rakyat. Didasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan yang maha esa,
kemanusiaan dan persatuan
5) Sila
kelima : makna pokok keadilan yaitu hakikatnya kesesuaian dengan hakikat adil.
Didasari dan dijiwai oleh keempat sila lainnya.
2.
Dasar epistemologis (
pengetahuan) sila-sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada
hakikatnya juga sebagai suatu sistem pengetahuan. Pancasila telah menjadi suatu
sistem cita-cita atau keyakinan-keyakinan (belief system) yang telah menyangkut
praksis karena dijadikan landasan bagi cara hidup manusia dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini
berarti filsafat telah menjelma menjadi ideologi (J. Abdulgani, 1986). Sebagai
suatu ideologi, menurut Wibisono 1996:3
Pancasila memiliki 3 unsur pokok agar dapat menarik loyalitas dari
pendukungnnya, yaitu :
1)
Logos, yaitu rasionalitas atau penalarannya
2)
Pathos, yaitu penghayatannya
3)
Ethos, yaitu kesusilaannya
4
Pancasila
sebagai suatu objek pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber
pengetahuan Pancasila dan susunan pengetahuan Pancasila. Tentang sumber
pengetahuan Pancasila, adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia
sendiri, bukan berasal dari bangsa lain dan dirumuskan oleh wakil-wakil bangsa
Indonesia dalam mendirikan negara. Pancasila sendiri sebagai suatu sistem
pengetahuan memiliki kesesuaian yang bersidfat korespondensi. Berikutnya
tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan maka Pancasila
memiliki susunan yang bersifat logis baik dalam arti susuna sila-sila Pancasila
maupun isi arti sila-sila Pancasila. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila
bersifat hierarkis dan berbentuk piramida.
Dasar-dasar
rasional logis Pancasila juga menyangkut
isi arti sila-sila Pancasila yang meliputi 3 hal isi arti Pancasila yang
umum universal yaitu hakikat sila-sila
Pancasila isinya merupakan inti sari atau esensi Pancasila sehingga
merupakan pangkal tolak derivasi baik dalam pelaksanaan pada bidang-bidang
kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta dalam realisasi praksis dalam
berbagai bidang kehidupan konkrit. Kedua, isi arti Pancasila yang umum kolektif
yaitu Pancasila sebagai pedoman kolektif negara dan bangsa Indonesia
terutama dalam hukum tertib Indonesia.
Ketiga, isi arti Pancasila yang bersifat khusus dan konkrit yaitu isi arti Pancasila
dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan sehingga memiliki sifat
yang khusus konkrit dan dinamis (Notonagoro, 1975:36, 40).
Menurut
Pancasila bahwa hakikat manusia adalah monopluralis yaitu hakikat manusia yang
memiliki unsur-unsur pokok susunan kodrat yang terdiri atas raga (jasmani) dan
jiwa (rokhani). Tingkatan hakikat raga
manusia adalah unsur-unsur: fisis anorganis, vegetatif, animal. Unsur jiwa
(rokhani) manusia terdiri atas unsur-unsur potensi jiwa manusia dalam tingkatan
kemampuan estetis (keindahan). Adapun kehendak adalah unsur potensi jiwa
manusia dalam kaitannya dengan bidang
moral atau etika. Menurut Notonagoro
dalam skema potensi rokhaniah manusia terutama dalam kaitannya
dengan upaya untuk memperoleh
pengetahuan yang benar terdapat tingkat-tingkat pemikiran : memories, reseptif, kritis dan kreatif . Potensi atau daya untuk meresapkan
pengetahuan atau transformasi
pengetahuan terdapat tingkatan : demonstrasi, imajinasi, asosiasi, analogi,
refleksi, intuisi, inspirasi dan ilham.
Manusia
pada hakikat kedudukan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa,
maka sesuai dengan sila pertama Pancasila epistemologi Pancasila juga mengakui
kebenaran wahtu yang bersifat mutlak hal
ini sebagai tingkatan kebenaran yang tertinggi. Dalam sila ketiga yaitu
persatuan Indonesia, sila keempat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan serta keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia maka epistemologi Pancasila juga mengakui kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya
dengan hakikat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
5
3.
Dasar Aksiologis
(nilai) sila-sila Pancasila
Terdapat
berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat bergantung pada titik
tolak dan sudut pandang masing-masing dalam menentukan tentang pengertian nilai dan hierarkinya.
Berbagai macam pandangan tentang nilai dapat dikelompokkan pada dua sudut pandang yaitu bahwa sesuatu itu bernilai karena
berkaitan dengan subyek, pemberi nilai yaitu manusia, hal ini bersifat subjektif, namun juga terdapat pandangan
bahwa sesuatu itu memang bernilai pada dirinya sendiri yaitu merupakan
pandangan dari paham objektivisme.
Max
Scheler mengemukakan bahwa nilai yang ada tidak sama luhurnya dan tidak sama
tingginya. Menurut tinggi rendahnya nilai
dapat digolongkan menjadi 4 tingkatan yaitu :
1) Nilai-nilai
Kenikmatan, berkaitan dengan indera manusia (die Wertreidhe des Angenehmen
und Unangehmen) yang menyebabkan manusia senang atau menderita atau tidak
enak.
2) Nilai-nilai
Kehidupan, terdapat nilai-nilai penting bagi kehidupan, manusia (Wertw des
Vitalen Fuhlens) misalnya kesegaran jahmani serta kesejahteraan umum.
3) Nilai-nilai
Kejiwaan, terdapat nilai-nilai kejiwaan (geislige werte) yang sama
sekali tidak tergantung dari keadaan
jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam ini antara lain : keindahan,
kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.
4) Nilai-nilai
Kerokhanian, terdapat modalitas nilai dari yang suci (Wee Modalitas der Heiligenund
Unbeilingen) . Nilai-nilai semacam itu
terutama terdiri dari nilai pribadi (Driyarkara, 1978)
Pandangan
dan tingkatan nilai tersebut menurut Notonagoro dibedakan menjadi 3 macam,
yaitu :
1. Nilai
material, segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia.
2. Nilai
vital, segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan.
3. Nilai-nilai
Kerokhanian, segala sesuatu yang berguna bagi rokhani manusia yang dibedakan
menjadi 4 tingkatan, yaitu : Pertama nilai kebenaran, yaitu nilai yang bersumber pada akal, rasio, budi atau
cipta manusia. Kedua, niali keindahan atau estetis, yaitu nilai yang
bersumber pada perasaan manusia. Ketiga, nilai kebaikan atau nilai
moral, yaitu nilai yang bersumber pada unsur kehendak (will,wollen karsa)
manusia. Keempat, nilai religius yang merupakan nilai kerokhanian tertinggi dan bersifat mutlak.
6
Nilai-nilai
Pancasila sebagai suatu sistem
Hakikat
Pancasila merupakan nilai, adapun sebagai pedoman negara adalah norma, adapun
aktualisasi atau pengamalannya adalah
realisasi konkrit Pancasila. Substansi Pancasila dengan kelima silanya yang
terdapat pada ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan
merupakan suatu sistem nilai. Sesuai dengan isi yang terkandung dalam Pancasila
secara ontologis mengandung 3 masalah pokok dalam kehidupan manusia yaitu
bagaimana seharusnya manusia itu terhadap Tuhan yang Maha Esa, terhadap dirinya
sendiri serta terhadap manusia lain dan
masyarakat sehingga dengan demikian maka dalam Pancasila itu terkandung
implikasi moral yang terkandung dalam substansi Pancasila yang merupakan suatu
nilai.
Nilai-nilai
yang terkandung dalam sila satu sampai lima merupakan cita-cita harapan, dan
dambaan bangsa Indonesia yang akan diwujudkannya dalam kehidupan. Sila-sila itu
merupakan suatu kesatuan organik. Antara sila satu dengan lainnya dalam
Pancasila saling mengkualifikasi dan berkaitan serta saling berhubungan dengan
erat..
D.
Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik
Indonesia
1.
Dasar Filosofis
Pancasila
sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia
pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis,
fundamental dan menyeluruh. Maka sila-sila Pancasila merupakan satu kesatuan yang
bulat dan utuh, hierarkis dan sistematis. Pemikiran filsafat kenegaraan
bertolak dari suatu pandangan bahwa negara adalah suatu persekutuan hidup
manusia atau organisasi kemasyarakatan, yang merupakan masyarakat hukum (legal
society). Jika suatu negara menggunakan prinsip filosofi bahwa negara
Berketuhanan, Berkemanusiaan, Berpersatuan, Berkerakyatan dan Berkeadilan, maka
negara tersebut pada hakikatnya menggunakan dasar filsafat dari sila-sila
Pancasila.
Nilai-nilai
Pancasila bersifat objektif dapat dijelaskan sbb :
1. Rumusan
dari sila-sila Pancasila sebenarnya hakikat maknanya menunjukkan adanya
sifat-sifat yang umum universal dan abstrak karena merupakan suatu nilai.
2.
Inti nilai-nilai
Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa Indonesia dan
mungkin juga pada bangsa lain baik dalam adat kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan
maupun dalam kehidupan keagamaan.
3. Pancasila
yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945, menurut hukum memenuhu syarat sebagai
pokok kaidah yang fundamental negara sehingga merupakan suatu sumber hukum
positif di Indonesia.
Nilai-nilai
subjektif Pancasila dapat diartikan bahwa keberadaan nilai-nilai Pancasila itu
bergantung atau terlekat pada bangsa Indonesia sendiri. Pengertian itu
dijelaskan sebagai berikut:
7
1. Nilai-nilai
Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia sebagai kausa
materialis.
2.
Nilai-nilai Pancasila
merupakan filsafat (pandangan hidup) bangsa Indonesia sehingga merupakan jati
diri bangsa, yang diyakini sebagai sumber nilai atas kebenaran, kebaikan,
keadilan dan kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3.
Nilai-nilai Pancasila
didalamnya mengandung ketujuh nilai-nilai kerokhanian yaitu nilai kebenaran,
keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, etis estetis dan nilai religius, yang
manifestasinya sesuai dengan hati nurani bangsa Indonesia karena bersumber pada
kepribadian bangsa. (Darmodihardjo, 1996)
2. Nilai-nilai
Pancasila sebagai Dasar Fundamental Negara
Nilai-nilai Pancasila terkandung
dalam Pembukaan UUD 1945 secara yuridis memiliki kedudukan sebagai pokok Kaidah
Negara yang Fundamental. Pembukaan UUDS 1945 yang didalamnya memuat nilai-nilai
Pancasila mengandung 4 Pokok Pikiran yaitu :
Pokok Pikiran Pertama menyatakan
bahwa negara Indonesia adalah negara persatuan, yaitu negara yang melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mengatasi segala paham
golongan maupun perseorangan. Hal ini merupakan penjabaran sila ketiga.
Pokok Pikiran Kedua menyatakan
bahwa negara hendak mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia dan negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh
rakyat Indonesia. Pokok pikiran ini sebagai penjabaran sila kelima.
Pokok pikiran ketiga menyatakan
bahwa negara berkedaulatan rakyat. Negara Indonesia adalah negara demokrasi
yaitu kedaulatan ditangan rakyat. Sebagai penjabaran sila keempat.
Pokok pikiran keempat menyatakan
bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab. Mengandung arti bahwa negara Indonesia menjunjung tinggi
keberadaban semua agama dalam pergaulan hidup negara. Merupakan penjabaran sila
pertama dan kedua.
Nilai Pancasila yang dituangkan dalam pokok pikiran
keempat merupakan suatu dasar fundamental dalam kehidupan kenegaraan. Konsekuensinya
dalam segala aspek kehidupan negara, antara lain pemerintahan negara,
pembangunan negara, pertahanan dan keamanan negara, serta pelaksanaaan
demokrasi harus senantiasa berdasarkan pada moral Ketuhanan dan kemanusiaan.
Dasar fundamental moral dalam kehidupan kenegaraan tersebut juga meliputi
moralitas para penyelenggara negara dan seluruh warga negara. Bahkan dasar
fundamental moral yang dituangkan dari nilai-nilai Pancasila tersebut juga
harus mendasari moral dalam kaitannya dengan politik luar negeri Indonesia.
Oleh karena itu bagi bangsa Indonesia dalam era
reformasi dewasa ini seharusnya bersifat rendah hati untuk mawas diri dalam
upaya memperbaiki kondisi dan nasib bangsa ini.
E. Inti Isi Sila-sila Pancasila
1. Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila
pertama ini menjiwai keempat sila lainnya. Segala hal yang berkaitan dengan
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, pemerintahan negara, hukum dan
peraturan perundang-undangan negara, kebebasan dan hak asasi warga negara harus
dijiwai nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha
Esa.
8
Negara
Berketuhanan Ynag Maha Esa mengandung konsekuensi bahwa negara memberikan
kebebasan yang asasi terhadap semua warganya untuk percaya dan meyakini adanya
Tuhan sesuai dengan keyakinan agama masing-masing. Negara tidak berhak
mencampuri wilayah keimanan dan
ketaqwaan setiap warga negaranya. Kapasitas negara terbatas pada wilayah hubungan
manusia dengan manusia lain, manusia dan masyarakat bangsa dan negara.
Dengan demikian negara Indonesia
yang berketuhanan Yang Maha Esa adalah negara yang bukan atheis, dan juga bukan
negara kebangsaan yang chauvinistic, yang congkak dan sombong, melainkan negara
dan bangsa yang mendasarkan pada moral keagamaan dan kemanusiaan, demikian pula
negara Indonesia bukanlah negara liberal yang mendasarkan pada kebebasan
manusia sebagai makhluk individu sehingga disamping kebebasan dalam
berketuhanan bebas juga untuk anti Tuhan dan tidak percaya terhadap Tuhan agama
apapun.
2. Sila
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Sila kemanusiaan
yang adil dan beradab secara sistematis didasari oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa serta mendasari ketiga sila
berikutnya. Sebagai dasar fundamental dalam kehidupan kenegaraan, kebangsaan,
dan kemasyarakatan. Yang bersumber pada dasar filosofis antropologi bahwa
hakikat manusia adalah susunan kodrat rohani dan raga. Oleh karena itu negara
harus mewujudkan tercapainya tujuan ketinggian
harkat dan martabat manusia, terutama hak asasi manusia.
Nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung suatu makna bahwa hakikat manusia
sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab harus berkodrat adil. Hal ini
mengandung suatu pengertian bahwa hakikat manusia harus adil dalam hubungan diri
sendiri, adil terhadap orang lain, adil terhadab bangsa dan negara, adil
terhadap masyarakat, adil terhadap lingkungan, serta adil terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
3. Peratuan
Indonesia
Nilai yang terkandung
dalam sila ini tidak dapat dipisahkan dengan keempat sila lainnya karena
seluruh sila merupakan suatu kesatuan yang bersifat sistematis. Dalam sila
Persatuan Indonesia ini terkandung nilai bahwa negara sebagai penjelmaan sifat
kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Negara mrupakan suatu persekutuan hidup bersama diantara elemen-elemen yang
membentuk negara yang berupa suku, ras, kelompok, dan agama. Konsekuensinya
negara adalah beraneka ragam tetapi satu, mangikatkan diri dalam suatu
persatuan yang dilukiskan dalam suatu seloka Bhinneka Tunggal Ika.
4.
Kerakyatan yang
Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Nilai
yang terkandung dalam sila keempat ini didasari oleh sila Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, serta Persatuan Indonesia, dan
Mendasari serta menjiwai sila kelima.
9
Nilai
filosofis yang terkandung didalamnha adalah bahwa hakikat negara adalah
penjelmnaansifat kodrat manusia sebagai makhluk tuhan yang bersatu dan
bertujuan mewujudkan harkat dan martabat manusia dalam suatu wilayah negara.
Oleh
karena itu asas-asas dalam sila keempat kerakyatan adalah adanya kebebasan yang
harus disertai dengan tanggung jawab naik terhadap bangsa maupun secara moral
terhadap Tuhan, Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, Menjamin dan
mempekokoh persatuan, Mengakui akan adanya perbedaan yang melekat pada setiap
individu, Mengakui adanya persamaan hak diatas sebuah perbedaaan, Mengarahkan
perbedaan dalam suatu kerjasama, Menjunjung tinggi asas musyawarah, Mewujudkan
dan mendasarkan suatu keadilan sosial agar tercapainya tujuan bersama.
5.
Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia
Hal ini mengandung arti
bahwa Negara Indonesia merupakan suatu negara yang bertujuan untuk mewujudkan
suatu kesejahteraan untuk selurubh warganya, untuk seluruh rakyatnya. Dengan
kata lain, negara Indonesia adalah negara welafare state yaitu suatu
negara yang memiliki prinsip untuk mencapai kesejahteraan dalam kehidupan
kebangsaan dan kenegaran.
Dalam sila kelima ini
terkandung nilai-nilai yang merupakan tujuan negara sebagai tujuan dalam hidup
bersama. Maka nilai tersebut harus terwujud dalam kehidupan bersama.
Keadilan tersebut
didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan kemanusiaan yaitu keadilan dalam
hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dengan
manusia lain, dengan masyarakat, dengan bangsa dan negaranya, serta
dengan Tuhannya.
Nilai kedailan tersebut
haruslah merupakan suatu dasar yang harus diwujudakn dalam hidup bersama
kenegaraan untuk mewujudkan tujuan negara yaitu mewujudakn kesejahteraan serta
melindungi seluruh warganya dan seluruh wilayahnya, mencerdaskan seluruh warganya.
PANCASILA SEBAGAI
FILSAFAT BANGSA DAN NEGARA INDONESIA
Negara
modern yang melakukan pembaharuan dalam menegakkan demokrasi niscaya
mengembangkan prinsip konstitusionalisme. Menurut Friederich, negara modern
yang melakukan proses pembaharuan demokrasi, prinsip konstitusionalisme adalah
sangat efektif, terutama dalam rangka mengatur dan membatasi pemerintahan
negara melalui undang-undang. Basis pokok adalah kesepakatan umum atau
persetujuan consensus diantara mayoritas rakyat, mengenai bangunan yang
diidealkan berkenaan dengan negara (Assiddiqie, 2005: 25)
1.
Kesepakatan Pertama,
yaitu berkenaan dengan cita-cita bersama sangat menentukan tegaknya konstitusi
disuatu negara. Karena cita-cita bersama itulah yang pada puncak abstraksinya
memungkinkan untuk mencerminkan kesamaan-kesamaan kepentingan diantara sesama
warga Masyarakat.
10
2.
Kesepakatan Kedua, bahwa
basis pemerintahan didasarkan atas aturan hukum dan konstitusi, dan bersifat
dasar karena menyangkut dasar-dasar dalam kehidupan penyelengaraan negara.
3.
Kesepakatan ketiga, kesepakatan
yang berkenaan dengan hubungan organ negara dan prosedur yang mengatur
kekuasaannya, bungunagn antar organ negara itu satu sama lain, serta hubungan
antara organ negara itu dengan warga negaranya.
Secara
historis pancasila merupakan suatu pandangan hidup bersama yang nilainya sudah
ada sebelum secara yuridis bangsa Indonesia membentuk negara. Secara Kultural
dasar pemikiran Pancasila dan nilai Pancasila berakar pada nilai-nilai
kebudayandan nilai-nilai religius yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sehingga
merupakan suatu local genius dan sekaligus sebagai suatu local wisdom
bangsa Indonesia.
PANCASILA
SEBAGAI DASAR FILSAFAT NEGARA ( Philosofische Grondslag)
Kedudukan
pokok Pancasila adalah sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia. Dasar
formal kedudukan Pancasila sebagai dasar negara terimpul dalam Pembukaan UUD
1945 alineia IV. Sebagaimana telah ditentukan oleh pembentukan negara bahwa
tujuan utamanya dirumuskannya Pancasila sebagi dasar negara. Oleh karena itu
fungsi pokok Pancasia adalah sebagai adsara negara, dijelaskan bahwa Pancasila
sebagai sumber tertib hukum yang pada hakikatnya adalah merupakan suatu
pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang
meliputi suasana kebatinan serta watak dari bangsa Indonesia.
Bilamana
kita rinci kedudukan Pancasila
sebagai asas rohani negara dapat disusun secara bertingkat seluruh kehidupan
negara. Susunan tersebut menunjukan bahwa Pancasila pada hakikatnya merupakan
dasar, yang dapat dirinci sebagai berikut
1.
Merupakan dasar
filsafat negara, pandangan hidup dan filsafat hidup
2.
Diatas dasar itulah
berdiri negara Indonesia
3.
Keduannya menjadi basis
penyelenggaraan Kemerdekaan kebangsaan Indonesia
4.
Diatas UUD maka
berdirilah bentuk susunan pemerintahan dan keseluruhan peraturan
5.
Segala sesuatu yang
disebutkan diatas adalah demi tercapainya suatu tujuan bersama
Dengan demikian seluruh aspek
penyelengaraan negara tersebut diliputi dan dijelmakan oleh asa kerohanian
Pancasila, dan dalam pengertian inilah maka kedudukan Pancasila sebegai asa
kerohanian dan dasar filsafat negara Indonesia (Notonagoro, tanpa tahun : 35)
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kedudukan pokok Pancasila adalah sebagai dasar
filsafat Negara Republik Indonesia yang merupakan tujuan dan cita-cita
didirikannya Negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai pandangan hidup yang
berdasarkan budaya bangsa Indonesia. Nilai-nilai kebudayaan dan nilai religius
yang telah ada pada bangsa Indonesia. Pancasila pada hakikatnya sebagai basis
filosofi dan tertib hukum Indonesia.
12
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan, 2016, Pendidikan
Pancasila, Yogyakarta : Paradigma
13