Senin, 17 Desember 2018

Pancasila sebagai Filsafat secara Utuh dari Berbagai Perspektif dan Pemahaman Sudut Pandang



Makalah disusun guna melengkapi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila
Dosen Pengampu : Achmad Busrotun Nufus




K1 Manajemen
Tim Penyusun :
Hesti Fitrianingsih (1810103006)
Aldi Fadhil L (1810103065)
Astin Arofah (1810103072)



Universitas Tidar
2018/2019
 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca agar kedepannya kami dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.














                                                                              Magelang, 30 Oktober 2018




                                                                                            Penyusun





i

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………………………….i
Daftar Isi………………………………………………………………………………….ii
Bab I Pendahuluan
            Latar Belakang……………………………………………………………………1
Bab II Pembahasan
a.      Pengertian Filsafat…………………………………………………………….2
b.      Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem…………......…2
c.       Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat……………….….3
d.      Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia......................................................................................................................7
e.       Inti Isi Sila-sila Pancasila…………………………………………………………….8
Bab III Penutup
            Kesimpulan………………………………………………………………………………12
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………….13
























ii
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pancasila adalah dasar filsafat Negara Republik Indonesia yang resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No.7 bersama-sama dengan Batang Tubuh UUD 1945.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis, fundamental dan menyeluruh. Maka sila-sila Pancasila merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh, hierarkis dan sistematis. Pemikiran filsafat kenegaraan bertolak dari suatu pandangan bahwa negara adalah suatu persekutuan hidup manusia atau organisasi kemasyarakatan, yang merupakan masyarakat hukum (legal society). Jika suatu negara menggunakan prinsip filosofi bahwa negara Berketuhanan, Berkemanusiaan, Berpersatuan, Berkerakyatan dan Berkeadilan, maka negara tersebut pada hakikatnya menggunakan dasar filsafat dari sila-sila Pancasila.
















1

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Bab II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Filsafat
Dari segi Etimologis, istilah “filsafat” dalam bahasa Indonesia mempunyai padanan “falsafah” dalam kata Arab. Menurut kata Inggris “philosophy”, kata lain “philosophia”, kata Belanda “philosophie”, kata Jerman “philosophier” kata Perancis “philosophie”, semuanya itu diterjemahkan dalam kata Indonesia “filsafat”. Menurut Harun Nasution, istilah “falsafah” berasal dari bahasa Yunani “philein” yang mengandung arti “cinta” dan “sophos” dalam arti hikmah (wisdom) (Nasution, 1973).
Istilah “filsafat” yang dimaksudkan sebagai kata majemuk dari “philein” dan “sophos” mengandung arti, mencintai hal-hal yang sifatnya bijaksana, sedangkan “filsafat” yang merupakan bentuk majemuk dari “philos” dan “Sophia” berkonotasi teman dari kebijaksanaan.
Ø  Objek material dan formal ilmu filsafat :
1)      Objek Material filsafat, yaitu objek pembahasan filsafat yang meliputi segala sesuatu baik yang bersifat material kongkrit maupun yang bersifat abstrak
2)      Objek Formal filsafat, yaitu cara memandang seorang peneliti terhadap objek material tersebut.
Ø  Cabang-cabang Filsafat dan Aliran-alirannya
1)      Metafisika : berkaitan dengan persoalan tentang hakikat yang ada (segala sesuatu yang ada)
2)      Epistemologi : berkaitan dengan persoalan hakikat pengetahuan
3)      Metodologi : berkaitan dengan persoalan hakikat metode ilmiah
4)      Logika : berkaitan dengan persoalan penyimpulan
5)      Etika : berkaitan dengan persoalan moralitas
6)      Estetika : berkaitan dengan persoalan keindahan

B.     Rumusan Kesatuan Sila-sila Pancasila Sebagai Suatu Sistem

Ø  Kesatuan Sila-Sila Pancasila
1.      Susunan Kesatuan Sila-sila Pancasila yang Bersifat Organis
Secara filosofis bersumber pada hakikat dasar ontologis (hakikat) manusia sebagai pendukung dari inti
2.      Susunan Kesatuan Pancasila yang Bersifat Hierarkhis dan Berbentuk Piramidal
Dalam susunan hierarkhis dan piramidal, maka Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis kemanusiaan, persatuan Indonesia, kerakyatan dan keadilan sosial.
                                                2


3.      Hubungan Sila-Sila Pancasila yang Saling Mengisi dan Saling Mengkualifikasi
1)      Sila pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2)      Sila kedua : kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kemanusiaan yang Berketuhanan Yang Maha Esa, yang berpersatuan Indonesia, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
3)      Sila ketiga : persatuan Indonesia adalah persatuan yang berKetuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
4)      Sila keempat : kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, adalah kerakyatan yang berKetuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
5)      Sila kelima : keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah keadilan yang berKetuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. (Notonagoro, 1975:43, 44)

C.    Kesatuan Sila-sila Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat

1.      Dasar Antropologis (hakikat manusia) Sila-sila Pancasila
Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis. Dalam filsafat Pancasila hakikat dasar antropologis sila-sila Pancasila adalah manusia. Hubungan kesesuaian antara negara dengan landasan sila-sila Pancasila adalah berupa hubungan sebab-akibat yaitu Negara sebagai pendukung hubungan, sedangkan Tuhan, manusia, satu, rakyat, dan adil sebagai pokok pangkal hubungan.




3
Ø  Penjelasan hakikat kesatuan sila-sila Pancasila yang bertingkat dan berbentuk piramidal :
1)      Sila pertama : Ketuhanan yang Maha Esa mendasari dan menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal tersebut berdasarkan pada hakikat bahwa pendukung pokok negara adalah manusia.
2)      Sila kedua : Kemanusiaan yang adil dan beradab didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan yang Maha Esa serta mendasari dan menjiwai sila persatuan Indonesia, sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Negara adalah lembaga kemanusiaan yang diadakan oleh manusia (Notonagoro, 1975: 55).
3)      Sila ketiga : Persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan sila kemanusiaan yang adil dan beradab serta mendasari dan menjiwai sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hakikat persatuan didasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan dan kemanusiaan, bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa yang pertama harus direalisasikan adalah mewujudkan suatu persatuan dalam suatu persekutuan hidup yang disebut Negara.
4)      Sila keempat : pokok sila keempat adalah kerakyatan yaitu kesesuaiannya dengan hakikat rakyat. Didasari dan dijiwai oleh sila ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan dan persatuan
5)      Sila kelima : makna pokok keadilan yaitu hakikatnya kesesuaian dengan hakikat adil. Didasari dan dijiwai oleh keempat sila lainnya.

2.      Dasar epistemologis ( pengetahuan) sila-sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya juga sebagai suatu sistem pengetahuan. Pancasila telah menjadi suatu sistem cita-cita atau keyakinan-keyakinan (belief system) yang telah menyangkut praksis karena dijadikan landasan bagi cara hidup manusia  dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini berarti filsafat telah menjelma menjadi ideologi (J. Abdulgani, 1986). Sebagai suatu ideologi, menurut Wibisono 1996:3  Pancasila memiliki 3 unsur pokok agar dapat menarik loyalitas dari pendukungnnya, yaitu :
1)      Logos, yaitu rasionalitas atau penalarannya
2)      Pathos, yaitu penghayatannya
3)      Ethos, yaitu kesusilaannya





4
Pancasila sebagai suatu objek pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan Pancasila dan susunan pengetahuan Pancasila. Tentang sumber pengetahuan Pancasila, adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri, bukan berasal dari bangsa lain dan dirumuskan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia dalam mendirikan negara. Pancasila sendiri sebagai suatu sistem pengetahuan memiliki kesesuaian yang bersidfat korespondensi. Berikutnya tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan maka Pancasila memiliki susunan yang bersifat logis baik dalam arti susuna sila-sila Pancasila maupun isi arti sila-sila Pancasila. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila bersifat hierarkis dan berbentuk piramida.
Dasar-dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut  isi arti sila-sila Pancasila yang meliputi 3 hal isi arti Pancasila yang umum universal yaitu hakikat sila-sila  Pancasila isinya merupakan inti sari atau esensi Pancasila sehingga merupakan pangkal tolak derivasi baik dalam pelaksanaan pada bidang-bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan konkrit. Kedua, isi arti Pancasila yang umum kolektif yaitu Pancasila sebagai pedoman kolektif negara dan bangsa Indonesia terutama  dalam hukum tertib Indonesia. Ketiga, isi arti Pancasila yang bersifat khusus dan konkrit yaitu isi arti Pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan sehingga memiliki sifat yang khusus konkrit dan dinamis (Notonagoro, 1975:36, 40).
Menurut Pancasila bahwa hakikat manusia adalah monopluralis yaitu hakikat manusia yang memiliki unsur-unsur pokok susunan kodrat yang terdiri atas raga (jasmani) dan jiwa (rokhani). Tingkatan  hakikat raga manusia adalah unsur-unsur: fisis anorganis, vegetatif, animal. Unsur jiwa (rokhani) manusia terdiri atas unsur-unsur potensi jiwa manusia dalam tingkatan kemampuan estetis (keindahan). Adapun kehendak adalah unsur potensi jiwa manusia  dalam kaitannya dengan bidang moral atau etika. Menurut Notonagoro  dalam skema potensi rokhaniah manusia terutama dalam kaitannya dengan  upaya untuk memperoleh pengetahuan yang benar terdapat tingkat-tingkat pemikiran  : memories, reseptif, kritis dan kreatif  . Potensi atau daya untuk meresapkan pengetahuan atau  transformasi pengetahuan terdapat tingkatan : demonstrasi, imajinasi, asosiasi, analogi, refleksi, intuisi, inspirasi dan ilham.
Manusia pada hakikat kedudukan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, maka sesuai dengan sila pertama Pancasila epistemologi Pancasila juga mengakui kebenaran wahtu yang bersifat mutlak  hal ini sebagai tingkatan kebenaran yang tertinggi. Dalam sila ketiga yaitu persatuan Indonesia, sila keempat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia maka epistemologi Pancasila juga mengakui  kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya dengan  hakikat kodrat  manusia sebagai  makhluk individu dan makhluk sosial.

5
3.      Dasar Aksiologis (nilai) sila-sila Pancasila
Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat bergantung pada titik tolak dan sudut pandang masing-masing dalam menentukan  tentang pengertian nilai  dan hierarkinya.
 Berbagai macam pandangan tentang nilai  dapat dikelompokkan  pada dua sudut pandang  yaitu bahwa sesuatu itu bernilai karena berkaitan dengan subyek, pemberi nilai yaitu manusia, hal ini bersifat  subjektif, namun juga terdapat pandangan bahwa sesuatu itu memang bernilai pada dirinya sendiri yaitu merupakan pandangan dari paham objektivisme.
Max Scheler mengemukakan bahwa nilai yang ada tidak sama luhurnya dan tidak sama tingginya. Menurut tinggi rendahnya nilai  dapat digolongkan menjadi 4 tingkatan yaitu :
1)      Nilai-nilai Kenikmatan, berkaitan dengan indera manusia (die Wertreidhe des Angenehmen und Unangehmen) yang menyebabkan manusia senang atau menderita atau tidak enak.
2)      Nilai-nilai Kehidupan, terdapat nilai-nilai penting bagi kehidupan, manusia (Wertw des Vitalen Fuhlens) misalnya kesegaran jahmani serta kesejahteraan umum.
3)      Nilai-nilai Kejiwaan, terdapat nilai-nilai kejiwaan (geislige werte) yang sama sekali tidak tergantung dari  keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam ini antara lain : keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalam filsafat.
4)      Nilai-nilai Kerokhanian, terdapat modalitas nilai dari yang suci  (Wee Modalitas der Heiligenund Unbeilingen) . Nilai-nilai semacam itu  terutama terdiri dari nilai pribadi (Driyarkara, 1978)
Pandangan dan tingkatan nilai tersebut menurut Notonagoro dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
1.      Nilai material, segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia.
2.      Nilai vital, segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk  mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan.
3.      Nilai-nilai Kerokhanian, segala sesuatu yang berguna bagi rokhani manusia yang dibedakan menjadi 4 tingkatan, yaitu : Pertama nilai kebenaran, yaitu nilai  yang bersumber pada akal, rasio, budi atau cipta manusia. Kedua, niali keindahan atau estetis, yaitu nilai yang bersumber pada perasaan manusia. Ketiga, nilai kebaikan atau nilai moral, yaitu nilai yang bersumber pada unsur kehendak (will,wollen karsa) manusia. Keempat, nilai religius yang merupakan nilai kerokhanian tertinggi  dan bersifat mutlak.

6
Nilai-nilai Pancasila sebagai suatu sistem
            Hakikat Pancasila merupakan nilai, adapun sebagai pedoman negara adalah norma, adapun aktualisasi atau  pengamalannya adalah realisasi konkrit Pancasila. Substansi Pancasila dengan kelima silanya yang terdapat pada ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan merupakan suatu sistem nilai. Sesuai dengan isi yang terkandung dalam Pancasila secara ontologis mengandung 3 masalah pokok dalam kehidupan manusia yaitu bagaimana seharusnya manusia itu terhadap Tuhan yang Maha Esa, terhadap dirinya sendiri serta terhadap  manusia lain dan masyarakat sehingga dengan demikian maka dalam Pancasila itu terkandung implikasi moral yang terkandung dalam substansi Pancasila yang merupakan suatu nilai.
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila satu sampai lima merupakan cita-cita harapan, dan dambaan bangsa Indonesia yang akan diwujudkannya dalam kehidupan. Sila-sila itu merupakan suatu kesatuan organik. Antara sila satu dengan lainnya dalam Pancasila saling mengkualifikasi dan berkaitan serta saling berhubungan dengan erat..
D. Pancasila sebagai Nilai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia
1. Dasar Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis, fundamental dan menyeluruh. Maka sila-sila Pancasila merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh, hierarkis dan sistematis. Pemikiran filsafat kenegaraan bertolak dari suatu pandangan bahwa negara adalah suatu persekutuan hidup manusia atau organisasi kemasyarakatan, yang merupakan masyarakat hukum (legal society). Jika suatu negara menggunakan prinsip filosofi bahwa negara Berketuhanan, Berkemanusiaan, Berpersatuan, Berkerakyatan dan Berkeadilan, maka negara tersebut pada hakikatnya menggunakan dasar filsafat dari sila-sila Pancasila.
Nilai-nilai Pancasila bersifat objektif dapat dijelaskan sbb :
1.      Rumusan dari sila-sila Pancasila sebenarnya hakikat maknanya menunjukkan adanya sifat-sifat yang umum universal dan abstrak karena merupakan suatu nilai.
2.      Inti nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa Indonesia dan mungkin juga pada bangsa lain baik dalam adat kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan maupun dalam kehidupan keagamaan.
3.      Pancasila yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945, menurut hukum memenuhu syarat sebagai pokok kaidah yang fundamental negara sehingga merupakan suatu sumber hukum positif di Indonesia.
Nilai-nilai subjektif Pancasila dapat diartikan bahwa keberadaan nilai-nilai Pancasila itu bergantung atau terlekat pada bangsa Indonesia sendiri. Pengertian itu dijelaskan sebagai berikut:

7
1.      Nilai-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia sebagai kausa materialis.
2.      Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup) bangsa Indonesia sehingga merupakan jati diri bangsa, yang diyakini sebagai sumber nilai atas kebenaran, kebaikan, keadilan dan kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3.      Nilai-nilai Pancasila didalamnya mengandung ketujuh nilai-nilai kerokhanian yaitu nilai kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, etis estetis dan nilai religius, yang manifestasinya sesuai dengan hati nurani bangsa Indonesia karena bersumber pada kepribadian bangsa. (Darmodihardjo, 1996)

2. Nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Fundamental Negara
Nilai-nilai Pancasila terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 secara yuridis memiliki kedudukan sebagai pokok Kaidah Negara yang Fundamental. Pembukaan UUDS 1945 yang didalamnya memuat nilai-nilai Pancasila mengandung 4 Pokok Pikiran yaitu :
Pokok Pikiran Pertama menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara persatuan, yaitu negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan. Hal ini merupakan penjabaran sila ketiga.
Pokok Pikiran Kedua menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia. Pokok pikiran ini sebagai penjabaran sila kelima.
Pokok pikiran ketiga menyatakan bahwa negara berkedaulatan rakyat. Negara Indonesia adalah negara demokrasi yaitu kedaulatan ditangan rakyat. Sebagai penjabaran sila keempat.
Pokok pikiran keempat menyatakan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Mengandung arti bahwa negara Indonesia menjunjung tinggi keberadaban semua agama dalam pergaulan hidup negara. Merupakan penjabaran sila pertama dan kedua.
Nilai Pancasila yang dituangkan dalam pokok pikiran keempat merupakan suatu dasar fundamental dalam kehidupan kenegaraan. Konsekuensinya dalam segala aspek kehidupan negara, antara lain pemerintahan negara, pembangunan negara, pertahanan dan keamanan negara, serta pelaksanaaan demokrasi harus senantiasa berdasarkan pada moral Ketuhanan dan kemanusiaan. Dasar fundamental moral dalam kehidupan kenegaraan tersebut juga meliputi moralitas para penyelenggara negara dan seluruh warga negara. Bahkan dasar fundamental moral yang dituangkan dari nilai-nilai Pancasila tersebut juga harus mendasari moral dalam kaitannya dengan politik luar negeri Indonesia.
Oleh karena itu bagi bangsa Indonesia dalam era reformasi dewasa ini seharusnya bersifat rendah hati untuk mawas diri dalam upaya memperbaiki kondisi dan nasib bangsa ini.
E. Inti Isi Sila-sila Pancasila
1.      Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila pertama ini menjiwai keempat sila lainnya. Segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, pemerintahan negara, hukum dan peraturan perundang-undangan negara, kebebasan dan hak asasi warga negara harus dijiwai nilai-nilai  Ketuhanan Yang Maha Esa.
8
Negara Berketuhanan Ynag Maha Esa mengandung konsekuensi bahwa negara memberikan kebebasan yang asasi terhadap semua warganya untuk percaya dan meyakini adanya Tuhan sesuai dengan keyakinan agama masing-masing. Negara tidak berhak mencampuri  wilayah keimanan dan ketaqwaan setiap warga negaranya. Kapasitas negara terbatas pada wilayah hubungan manusia dengan manusia lain, manusia dan masyarakat bangsa dan negara.
            Dengan demikian negara Indonesia yang berketuhanan Yang Maha Esa adalah negara yang bukan atheis, dan juga bukan negara kebangsaan yang chauvinistic, yang congkak dan sombong, melainkan negara dan bangsa yang mendasarkan pada moral keagamaan dan kemanusiaan, demikian pula negara Indonesia bukanlah negara liberal yang mendasarkan pada kebebasan manusia sebagai makhluk individu sehingga disamping kebebasan dalam berketuhanan bebas juga untuk anti Tuhan dan tidak percaya terhadap Tuhan agama apapun.
2.      Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
 Sila kemanusiaan yang adil dan beradab secara sistematis didasari oleh sila Ketuhanan  Yang Maha Esa serta mendasari ketiga sila berikutnya. Sebagai dasar fundamental dalam kehidupan kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan. Yang bersumber pada dasar filosofis antropologi bahwa hakikat manusia adalah susunan kodrat rohani dan raga. Oleh karena itu negara harus mewujudkan tercapainya tujuan ketinggian  harkat dan martabat manusia, terutama hak asasi manusia.
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung suatu makna bahwa hakikat manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab harus berkodrat adil. Hal ini mengandung suatu pengertian bahwa hakikat manusia harus adil dalam hubungan diri sendiri, adil terhadap orang lain, adil terhadab bangsa dan negara, adil terhadap masyarakat, adil terhadap lingkungan, serta adil terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
3.      Peratuan Indonesia
Nilai yang terkandung dalam sila ini tidak dapat dipisahkan dengan keempat sila lainnya karena seluruh sila merupakan suatu kesatuan yang bersifat sistematis. Dalam sila Persatuan Indonesia ini terkandung nilai bahwa negara sebagai penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara mrupakan suatu persekutuan hidup bersama diantara elemen-elemen yang membentuk negara yang berupa suku, ras, kelompok, dan agama. Konsekuensinya negara adalah beraneka ragam tetapi satu, mangikatkan diri dalam suatu persatuan yang dilukiskan dalam suatu seloka Bhinneka Tunggal Ika.
4.      Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Nilai yang terkandung dalam sila keempat ini didasari oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, serta Persatuan Indonesia, dan Mendasari serta menjiwai sila kelima.

9
Nilai filosofis yang terkandung didalamnha adalah bahwa hakikat negara adalah penjelmnaansifat kodrat manusia sebagai makhluk tuhan yang bersatu dan bertujuan mewujudkan harkat dan martabat manusia dalam suatu wilayah negara.
Oleh karena itu asas-asas dalam sila keempat kerakyatan adalah adanya kebebasan yang harus disertai dengan tanggung jawab naik terhadap bangsa maupun secara moral terhadap Tuhan, Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, Menjamin dan mempekokoh persatuan, Mengakui akan adanya perbedaan yang melekat pada setiap individu, Mengakui adanya persamaan hak diatas sebuah perbedaaan, Mengarahkan perbedaan dalam suatu kerjasama, Menjunjung tinggi asas musyawarah, Mewujudkan dan mendasarkan suatu keadilan sosial agar tercapainya tujuan bersama.
5.      Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Hal ini mengandung arti bahwa Negara Indonesia merupakan suatu negara yang bertujuan untuk mewujudkan suatu kesejahteraan untuk selurubh warganya, untuk seluruh rakyatnya. Dengan kata lain, negara Indonesia adalah negara welafare state yaitu suatu negara yang memiliki prinsip untuk mencapai kesejahteraan dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaran.
Dalam sila kelima ini terkandung nilai-nilai yang merupakan tujuan negara sebagai tujuan dalam hidup bersama. Maka nilai tersebut harus terwujud dalam kehidupan bersama.
Keadilan tersebut didasari dan dijiwai oleh hakikat keadilan kemanusiaan yaitu keadilan dalam hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dengan  manusia lain, dengan masyarakat, dengan bangsa dan negaranya, serta dengan Tuhannya.
Nilai kedailan tersebut haruslah merupakan suatu dasar yang harus diwujudakn dalam hidup bersama kenegaraan untuk mewujudkan tujuan negara yaitu mewujudakn kesejahteraan serta melindungi seluruh warganya dan seluruh wilayahnya, mencerdaskan seluruh warganya.

PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT BANGSA DAN NEGARA INDONESIA
           
            Negara modern yang melakukan pembaharuan dalam menegakkan demokrasi niscaya mengembangkan prinsip konstitusionalisme. Menurut Friederich, negara modern yang melakukan proses pembaharuan demokrasi, prinsip konstitusionalisme adalah sangat efektif, terutama dalam rangka mengatur dan membatasi pemerintahan negara melalui undang-undang. Basis pokok adalah kesepakatan umum atau persetujuan consensus diantara mayoritas rakyat, mengenai bangunan yang diidealkan berkenaan dengan negara (Assiddiqie, 2005: 25)
1.    Kesepakatan Pertama, yaitu berkenaan dengan cita-cita bersama sangat menentukan tegaknya konstitusi disuatu negara. Karena cita-cita bersama itulah yang pada puncak abstraksinya memungkinkan untuk mencerminkan kesamaan-kesamaan kepentingan diantara sesama warga Masyarakat.


10
2.    Kesepakatan Kedua, bahwa basis pemerintahan didasarkan atas aturan hukum dan konstitusi, dan bersifat dasar karena menyangkut dasar-dasar dalam kehidupan penyelengaraan negara.
3.    Kesepakatan ketiga, kesepakatan yang berkenaan dengan hubungan organ negara dan prosedur yang mengatur kekuasaannya, bungunagn antar organ negara itu satu sama lain, serta hubungan antara organ negara itu dengan warga negaranya.
              Secara historis pancasila merupakan suatu pandangan hidup bersama yang nilainya sudah ada sebelum secara yuridis bangsa Indonesia membentuk negara. Secara Kultural dasar pemikiran Pancasila dan nilai Pancasila berakar pada nilai-nilai kebudayandan nilai-nilai religius yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sehingga merupakan suatu local genius dan sekaligus sebagai suatu local wisdom bangsa Indonesia.

PANCASILA SEBAGAI DASAR FILSAFAT NEGARA ( Philosofische Grondslag)
             
              Kedudukan pokok Pancasila adalah sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia. Dasar formal kedudukan Pancasila sebagai dasar negara terimpul dalam Pembukaan UUD 1945 alineia IV. Sebagaimana telah ditentukan oleh pembentukan negara bahwa tujuan utamanya dirumuskannya Pancasila sebagi dasar negara. Oleh karena itu fungsi pokok Pancasia adalah sebagai adsara negara, dijelaskan bahwa Pancasila sebagai sumber tertib hukum yang pada hakikatnya adalah merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana kebatinan serta watak dari bangsa Indonesia.
              Bilamana kita rinci kedudukan Pancasila sebagai asas rohani negara dapat disusun secara bertingkat seluruh kehidupan negara. Susunan tersebut menunjukan bahwa Pancasila pada hakikatnya merupakan dasar, yang dapat dirinci sebagai berikut
1.              Merupakan dasar filsafat negara, pandangan hidup dan filsafat hidup
2.              Diatas dasar itulah berdiri negara Indonesia
3.              Keduannya menjadi basis penyelenggaraan Kemerdekaan kebangsaan Indonesia
4.              Diatas UUD maka berdirilah bentuk susunan pemerintahan dan keseluruhan peraturan
5.              Segala sesuatu yang disebutkan diatas adalah demi tercapainya suatu tujuan bersama
Dengan demikian seluruh aspek penyelengaraan negara tersebut diliputi dan dijelmakan oleh asa kerohanian Pancasila, dan dalam pengertian inilah maka kedudukan Pancasila sebegai asa kerohanian dan dasar filsafat negara Indonesia (Notonagoro, tanpa tahun : 35)





 -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Kedudukan pokok Pancasila adalah sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia yang merupakan tujuan dan cita-cita didirikannya Negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai pandangan hidup yang berdasarkan budaya bangsa Indonesia. Nilai-nilai kebudayaan dan nilai religius yang telah ada pada bangsa Indonesia. Pancasila pada hakikatnya sebagai basis filosofi dan tertib hukum Indonesia.















12
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan, 2016, Pendidikan Pancasila, Yogyakarta : Paradigma




















13

Popular Posts